Strategi UMKM Lewati Krisis Ekonomi Akibat Pandemi
Penulis: Darno, SE, MM, Ak, CA, ACPA (Akun Scholar, Akun Sinta)
Kaprodi S1 Kewirausahaan Univ. Maarif Hasyim Latif (UMAHA) – Ketua Komite Tetap Bidangn Fiskal KADIN Jatim – Anggota Bidang Kewirausahaan IASPRO Jatim
Indonesia memiliki 63 juta pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), yang sebagian besar adalah usaha mikro (hampir 98%), usaha kecil 1,2% dan menengah 0,09%. UMKM memberikan kontribusi terhadap PDB sekitar 60,34% dan serapan tenaga kerja sekitar 97% atau lebih dari 115 juta tenaga kerja. Dampak ekonomi karena pandemi corona menyebabkan banyak UMKM menghadapi masalah.
Akhir bulan Maret 2020 ada 1332 pelaku usaha umkm yang menyampaikan permasalahannya pada Kementerian Koperasi dan UMKM. Adapun permasalahannya meliputi 68% penurunan penjualan, 12% pemodalan, 10% distribusi yang terhambat, 6% kesulitan bahan baku dan 4% produksinya melambat.
Jurnal.id, tanggal 06 April 2020 menyatakan bahwa 96% pelaku UMKM terdampak negatif, dimana 75% mengalami penuruan penjualan, 51% UMKM akan bertahan sampai 3 bulan lagi, 75% tidak mengerti apa yang harus dilakukan menghadapi kondisi ini, dan hanya 13% yang memiliki rencana menghadapi kondisi krisis ini.
Ketua Umum Hipmi Jaya Afifuddin Suhaeli Kalla mengatakan omzet UMKM merosot bahkan hingga 70 persen. Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menyatakan, saat ini sudah hampir semua pelaku UMKM tutup.
Menteri koperasi dan UMKM Teten Masduki menyatakan, kementerian telah menyusun sembilan program untuk UMKM. Sembilan program yang dimaksud meliputi stimulus daya beli produk UMKM dan koperasi, belanja di warung tetangga, program restrukturisasi dan subsidi suku bunga kredit usaha mikro, restrukturisasi kredit yang khusus bagi koperasi melalui LPDB (Lembaga Pengelola Dana Bergulir) KUMKM, dan program masker untuk semua. Meski demikian yang lebih diharapkan selain stimulus dari pemerintah adalah iklim usaha sehat serta kondusif.
Di tengah kondisi ekonomi yang sangat sulit ini perlu kembali belajar pada Timmons dan Spinelli, model gagasannya menyatakan bahwa ada tiga faktor kritikal yang harus diperhatikan untuk dapat mencapai kesuksesan dalam bisnis. Tiga faktor tersebut adalah peluang (opportunity), sumber daya (resources), dan tim (team).
Proses bisnis dimulai dari peluang, didukung oleh sumber daya, dan diseimbangkan oleh tim. Peluang pasar tentu sangat bergantung pada customer (pelanggan) yang berubah drastis di masa krisis ini. Permintaan pasar (market demand) dan ukuran pasar (market structure and size) yang turun tajam sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk disesuaikan. Evaluasi terhadap varian (jenis) produk yang penjualannya menurun bisa diberhentikan produksinya. Tidak hanya menghentikan varian produk tertentu, proses evaluasi ini juga memungkinkan untuk menambah atau mengubah ke produk tertentu yang tetap dibutuhkan pelanggan. Produk itu bisa kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan kantor untuk bekerja di rumah.
Untuk tetap menopang kondisi pasar (customer) ini perlu juga dilakukan evaluasi pada customer relation dan chanel distribusinya. Selama ini hubungan dengan customer (pelanggan) bisa dilakukan dengan berbagai cara, baik online maupun offline, misalnya mengadakan event atau gathering, membagikan brosur, memasang panduk atau baliho, maka saat ini yang paling memungkinkan adalah dengan online. Tentu dengan budget yang relatif kecil bahkan kalau bisa gratis. Kegiatan untuk menjaga komunikasi dengan pelanggan dan melakukan marketing bisa dialihkan dengan online yaitu membuat blog, menggunakan facebook atau twitter, atau memasang iklan di Google Adwords.
Saluran distribusi (chanel distribution) yang telah ada mesti tetap dipelihara. Akan tetapi, saluran dsitribusi ini perlu pengembangan dan penyesuaian dengan pengembangan sistem online marketing, penjualan online dan kemudahan transportasi online. Online sistem ini akan sangat memungkinkan untuk mencari reseller ataupun mendistribusiakn secara langusng ke pelanggan. Untuk evaluasi terhadap sumber daya perlu fokus pada sumberdaya manusianya (karyawan) dulu dalam hal pengurangan jam kerja karena turunnnya jumlah produksi. Perlu dillakukan evaluasi dan pemetaan terhadap karyawan untuk mengatur (memanagement) proses kerja dan waktu kerja yang berkurang sehingga bisa menghindari pemutusan hubungan kerja.
Berikutnya adalah evaluasi asset yang dimiliki baik asset tetap maupun asset tidak tetap. Asset yang kurang berfungsi dan tidak memiliki nilai tambah bisa di jual untuk menjaga likuiditas usaha kita karena kita tidak tahu batas kapan krisis ini akan berakhir.
Tim kerja (management) perusahaan, faktor penyeimbang dalam proses bisnis yang akan mampu mengelola keseimbangan antara peluang pasar dan sumber daya. Tim kerja atau management perlu melakukan evaluasi untuk melakukan efisiensi pada cost struckture perusahaan. Semua pengeluaran baik terkait bahan baku, tenaga kerja, overhead dan beban (expenses) lainnya harus dikurangi. Ada yang lebih penting dari pengeluaran tersebut di atas, yaitu evaluasi proses aktivitas produksi perusahaan. Perlu cek ulang apakah ada aktivitas perusahaan yang tidak memberikan nilai tambah pada perusahaaan.
Dengan adanya kondisi dibatasinya orang berkumpul (fisikal distancing), maka perlu juga pilihan opsi, apakah mungkin proses produksi dilakukan di rumah para karyawan ? Kalau memungkinkan akan sangat membantu kelancaran proses produksi. Selain itu, tim kerja (management) perlu juga memastikan dan menjaga kondisi stok bahan baku, barang jadi dan distriubusi ke customer (pelanggan).
Gagasan atau pemikiran untuk memberikan jawaban atas krisis yang dihadapi ini tentu akan sangat berbeda untuk setiap situasi dan kondisi. Upaya dari pelaku usaha juga akan sangat ditentukan juga oleh kondisi pasar dan ekonomi seacara umum. Tentu kebijakan pemerinhan yang berpihak pada UMKM akan sangat mempengaruhi hasil kerja keras pelaku usaha, khususnya UMKM.
Repost From
http://www.indeksberita.com/strategi-umkm-lewati-krisis-ekonomi-akibat-pandemi-corona/