PROPOSAL ILMIAH
Oleh: Gempur Santoso
(Gubes Teknik Industri, UMAHA Sidoarjo)
Saya menemui di ruang kantornya. Teman baik saya ini dosen Umaha. Sesama dosen. Sebelumnya sudah janjian.
Hari sebelumnya akan ngobrol. Saat saya berjalan, dicegat. Tapi saya sudah terlajur kontak/pesan gocar.
Hari setelahnya, saya ke ruang beliau. Maunya ke fakultas teknik, di tempat luas, untuk umum dosen FT. Di kantor taman saya itu saja, lebih khusus, dingin, segar, nyaman.
Bagamana cara membuat proposal pengabdian agar dapat diterima oleh founder? Katanya. Padahal itu urusan founder mau menerima dan membiayainya.
Malah saya mendapat bagian menjawab. Jelas bukan bagian saya.
Setahu dan sesuai pengalaman saya saja saya sampaikan. Bukan jawaban lolos menerima proposal.
Saya menyadari bahwa setiap era ada perbedaan, walau tak semua, dalam sistematika proposal.
Saya sampaikan pengalaman saya saja, beberapa kali pernah menang seleksi. Dulu. Juga pengalaman saat pernah memegang kepala LPPM. Dulu memang kompetitif.
Proposal itu:
1. Masalahnya masyarakat/rakyat umum. Bukan masalah pribadi dari wacana peneliti/pengabdi.
2. Pola pikir dari dosen/kampus adalah solutif ilmiah, yakni: solutif atas kesenjangan dasain dan sollen. Atau solutif kesenjangan antara kenyataan dan harapan ideal masyarakat.
Kenyataan masalah di masyarakat harus ada bukti (data, foto, dan lain lain resmi). Tidak kira-kira. Juga terukur, jelas.
Solusinya jelas (bisa teknologi, atau konsep dan langkahnya, atau lainnya). Juga, dapat diukur, jelas. Keberhasilannya dapat diukur, jelas. Dapat diwujudkan.
Memang kampus punyanya ya metode ilmiah. Biasanya kalau tak ilmiah itu mbulet, kata yang biasa pola pikir ilmiah.
Saya yakin ilmuwan pasti bisa membuat proposal. Sebab ilmuwan adalah orang yang biasa membuat/menemukan ilmu/kebenaran empiris. (Kebenaran hakiki mutlak hanya dari Allah SWT). Empiris bukan mutlak.
3. Ikuti sistematika dari skil yang ada. Termasuk persyaratan yang diharuskan.
4. Mudah dipahami yang membaca dan jangan salah ketik.
Itulah, pengalaman saya dulu. Mudah, praktis. Memang berfikir harus praktis. Sistematik. Tidak kemana mana (Jawa: gombroworo) terlalu jauh dari substantif.
(GeSa)