VARIABEL DAN WACANA

VARIABEL DAN WACANA

Oleh: Gempur Santoso (Google Sholar)

(Dosen Teknik Industri Universitas Maaarif Hasyim Latif Sidoarjo)

 

Beberapa hari sering diskusi dengan mahasiswa saya. Diskusi khusus tentang variabel. Kita tahu bahwa variabel adalah obyek yang diteliti.

Ini memang terkait dengan teori dan terkait dengan masuk akal. Beberapa variabel dalam penelitian, mana yang bisa dihubungkan. Kemudian diteliti.

Misalkan saja variabel hidup, variabel mati (wafat), variabel surga, variabel neraka. Jelas variabel surga dan neraka sulit diempiriskan.

Surga dan neraka ada di alam lain selain dunia. Alam akherat. Itu wilayah agama yang harus diyakini.

Empiris itu adalah nyata kebenaran empiris. Hanya berlaku benar di planet bumi. Bukan di planet lain, apalagi di dunia lain.

Apabila segala benda fisik kita lempar ke atas pasti jatuh ke bumi. Itu adalah benar empiris. Hanya nyata benar di bumi karena ada gravitasi bumi.

Kebenaran mutlak hanyalah ada dan milik Allah SWT.

Barangkali variabel yang bisa diteliti yang dihubungkan adalah hidup, bekerja, dan hidup cukup, hidup kekurangan.

Yang bisa dihubngkan:

Hidup, dengan hidup cukup.

Hidup, dengan hidup kekurangan.

Bisa juga dihubungkan antar variabel tetapi harus pakai variabel intervening (perantara).

Misal:

Hidup, dengan kerja keras, dan hidup cukup.

Hidup, dengan tidak kerja keras, dan hidup cukup.

Hidup, dengan kerja keras, dan hidup kekurangan.

Hidup, dengan tidak kerja keraa, dan hidup cukup.

Semua itu bisa diteliti, mana yang benar secara empiris. Harus dibuktikan dengan cara diteliti.

Menghubungkan variabel tidak boleh terbalik. Misal: hidup, hidup nyaman, baru kerja.

Pastilah hidup dulu, kerja, baru kelayakan kehidupannya. Masuk akal.

Walau masuk akal belum tentu benar. Akan benar empiris jika memenuhi metode ilmiah (metode keilmuan): masuk akal, metodis, dan empiris.

Banyak orang tertipu oleh wacana. Perlu tahu wacana itu masuk akal, tetapi tidak empiris dan tidak metodis.

Anak muda sering mengistilahlan wacana itu “rayuan gombal”. Misal: setelah lulus kuliah, terus bekerja, dapat gaji, terus membikin rumah yang indah, hidup bersama keluarga, tenang dan damai. Itu masuk akal belum tentu empiris. Hanyalah wacana atau “rayuan gombal”.

Apa yang parah dari wacana? Yakni baru wacana dijadikan kebijakan publik.

Salam sehat semua…aamiin yra.

(GeSa)